DIFTERIA
Label: bakteriologi, penyakit
PENDAHULUAN
Difteria adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksin (racun) Corynebacterium diphtheriae, terutama menyerang tonsil, faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina.
Difteria
merupakan infeksi berat yang ditandai oleh pembentukan membran pada
tenggorok dan toksemia yang merusak otot jantung dan jaringan saraf.
Penyakit ini dibedakan menjadi tiga tipe bakteriologis – gavis,
intermedius dan mitis; semuanya dapat menyebabkan penyakit berat.
Difteria termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah. Rendahnya kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi tetap beberapa
tahun yang lalu, difteri merupakan penyebab utama kematian pada
anak-anak. Saat ini, di negara berkembang, difteri jarang ditemukan
karena vaksin difteri telah digunakan secara meluas.
PEMBAHASAN
Difteria adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae,
oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman
penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini
sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan
kematian.
A. Corynebacterium diphtheriae
Kuman
difteri berbentuk batang rampung berukuran 1,5-5 µm x 0,5-1 µm dan
biasanya salah satu ujungnya berbentuk gada, tidak berspora, tidak
bergerak, positif gram, dan tidak tahan asam. Di dalam preparat sering
tampak membentuk susunan huruf-huruf V,L,Y, tulisan cina atau anyaman
pagar (palidase). Bentuk-bentuk pleomorfik sering dijumpai terutama bila
kuman dibiakkan dalam perbenihan suboptimal. Granula metakromatik
Babes-Ernst dapat dilihat dengan pewarnaan menurut Neisser atau biru
metilen Loeffler. Pemeriksaan terhadap granula metakromatik ini tidak
spesifik.
B. Epidemologi
Penyakit
ini ditransmisikan melalui droplet dari nasofaring penderita atau
karier; kadang-kadang infeksi kulit terjadi bila kontak langsung menjadi
penting. Saat ini kasus tersebut jarang terjadi di Inggris ( >90%
orang diimunisasi, dengan <5 kasus/tahun ). Pada populasi yang tidak
diimunisasi, difteri dapat menyebabkan epidemi yang memburuk. Difteri
terjadi terutama di negara yang belum maju, tetapi epidemi di Uni Soviet
terjadi pada akhir tahun 1990-an, penyakit ini jarang menginfeksi orang
dewasa kecuali bila tidak diimunisasi; sebagian besar kasus (di
Inggris) berasal dari luar negeri. Difteri dapat menyebabkan infeksi
kulit (difteri kutan) dan jarang menjadi invasif (pengguna obat suntik).
C. Patologi dan Patogenesis
Corynebacterium diphtheriae
relatif noninvasif dan menyebabkan reaksi inflamasi ringan pada tonsil.
Virulensi berasal dari produksi eksotoksin protein ysng menghambat
sintesis protein dengan mempengaruhi mRNA. Toksin yang dibuat pada lesi
lokal diarbsorpsi oleh darah dan diangkut kebagian-bagian tubuh yang
lain tapi efek toksin yang paling utama adalah meliputi jantung dan
saraf perifer. Jalan masuk infeksi yang umum untuk C. diphtheriae
adalah saluran nafas bagian atas, dimana organisme berkembang biak pada
lapisan superfisisal pada selaput lendir. Disana eksotoksinnya
diuraikan yang menyebabkan nekrosis pada jaringan sekitarnya. Respons
daripada peradangan membentuk suatu pseudomembran yang terdiri dari
bakteri, sel-sel epitel yang mengalami nekrotik, sel-sel pagosit dan
fibrin. Mula-mula membran tersebut tampak pada tonsil atau pada bagian
posterior faring dan bisa menyebar keatas ke bagian palatum yang lunak
dan keras dan ke nasofaring, atau ke bagian bawah ke laring dan thrakea.
Difteria
laringeal sangat berbahaya sebab kemungkinan terjadi sumbatan pada
saluran nafas. Difteria kulit biasa ditemukan di daerah tropik. Apabila
dilakukan pembiakan secara rutin pada luka-luka pada kulit selama wabah
difteria, isolasi C. diphtheriae dari kulit akan lebih tinggi daripada yang dianggap dahulu. Di Amerika utara luka kulit yang juga memberikan hasil C. diphtheriae positif biasanya merupakan infeksi-infeksi sekunder pada luka goresan atau pada gigitan serangga dimana juga mengandung Sterptococcus beta hemolitikus atau Staphylococcus aureus
atau kedua duanya. Arti epidemio etiologi yang utama pada luka kulit
mungkin adalah peranannya sebagai reservoir dan mempermudah penyebaran
selama epidemi.
- Manifestasi klinis
Manifestasi klinis tergantung dari lokasi pembentuka membran. Pada kasus penyakit tonsilofaringeal (>50 % kasus ) :
· Nyeri tenggorok dan demam ringan mulai terjadi secara bertahap
· Membran pertama kali tampak pada satu atau kedua tonsil dan dapat menyebar ke faring, palatum, atau mukosa bukal
· Membran berwarna putih keruh dan tebal; perluasan pembentukan membran berkaitan dengan berat penyakit
· Penyakit ini dapat menyebabkan adenitis servikal yang jelas dan edema, memberikan gambaran ‘bullneck’ klasik
Pada penyakit laring :
· Suara serak dan kasar, batuk kering (croupy cough ), dan stridor
· Sejalan dengan waktu akan terjadi retraksi jaringan saat inspirasi dan sianosis
Pada penyakit nasal anterior :
· Terjadi sekret nasal unilateral bercampur darah
· Gejala toksisitas ringan
Pada infeksi kutan
· Terbentuk ulkus kutan kronik dengan membran abu-abu
· Gejala toksisitas ringan
· Ulkus merupakan resrvior C. diphtheriae yang dapat menyebabkan infeksi faring
- Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:
· Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
· Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
· Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan.
· Kerusakan ginjal (nefritis).
- Diagnosis
Diagnosis banding utama adalah demam kelenjar
dan tonsilitis streptokokus. Difteri laring dapat dikelirukan dengan
epiglotitis, croup, dan obstruksi benda asing. Konfirmasi diagnosis
dilakukan dengan kultur dari swab nasal, tetapi terapi tidak boleh
ditunda. Karena C. diphtheriae non toksigenik tidak jarang ditemukan pada swab tenggorok dan nasal, maka uji toksin harus dilakukan pada isolat.
Karena
kemungkinan keparahan akibat difteri, diagnosis harus dipikirkan atas
dasar klinik dan terapi diberikan tanpa menunggu konfirmasi. Konfirmasi
yang tepat dari difteri memerlukan isolasi C. diphtheriae
pada biakan. Pulasan membran difteri tidak dapat dipercaya, dan
pemeriksaan imunofluoresens, tidak secara rutin dilakukan. Sesudah
memberi tahu terlebih dahulu laboratorium mikrobiologi sehingga media
telurit yang sesuai dan Loeffler miring dapat disiapkan, bahan dari
dasar membran harus diperoleh untuk biakan. Bila terisolasi, organisme
difteri yang ditemukan harus diuji untuk produksi toksin, biasanya
dengan penyuntikan intrakutan marmut dengan suspensi kaldu dari
organisme, baik dengan maupun tanpa pemberian antitoksin difteri
sebelumnya.
Uji
lain yang sedikit bermanfaat ; leukosit normal atau naik, anemia dari
hemolisis jarang, pleositosis CSS dan kenaikan protein ringan, nitrogen
urea darah naik jika ada nekrosis tubuler akut, dan perubahan gambaran
gelombang ST dan T pada EKG pada penderita miokarditis.
- Sifat Biakan
Meskipun C. diphtheriae bersifat anaerob fakultatif, pertumbuhan optimal diperoleh dalam suasana aerob.
Untuk
mengasingkan dan produksi kuman ini, diperlukan perbenihan kompleks.
Untuk membiakan kuman ini dapat dipergunakan perbenihan pai, perbenihan
serum loeffler, atau perbenihan agar darah. Pada perbenihan serum, kuman
ini tumbuh dengan membentuk koloni-koloni kecil mengkilap bewarna putih
ke abu-abuan setelah penegeraman selama 12-24 jam pada 37ᴼC. Perbenihan
serum loeffler ini juga berguna, karena perbenihan ini tidak menunjang
pertumbuhan Streptococcus dan Pneumococcus yang mungkin terdapat didalam bahan pemeriksaan .
Penambahan
garam-garam telurit ke dalam perbenihan seperti perbenihan agar darah
telurit dan perbenihan Mc Leod, akan mengurangi jumlah pencemaran pada
waktu pengasingan dan juga menyebabkan koloni-koloni kuman difteri
berwarna hitam atau hitam kelabu. Sifat-sifat ini dapat dipakai untuk
membantu diferensiasi ketiga biotip kuman difteri tersebut. Pada
perbenihan ini tipe mitis bersifat hemolitik, sedangkan tipe gravis dan
intermedius tidak. Di dalam perbenihan kaldu, tipe gravis cenderung
membentuk selaput (pelicle) pada permukaan perbenihan, tipe mitis tumbuh
merata (difus), sedangkan tipe intermedius akan membentuk suatu endapan
(sedimen),asam tanpa gas dibentuk dari berbagai karbohidrat
- Pengobatan
Hasil
terapi membaik dengan pemberian segera terapi antitoksin menggunakan
anti serum hiperium kuda. Dosis tergantung dari lokasi dan berat
penyakit. Reaksi anafilatik dapat terjadi, terutama pada pasien yang
sebelumnya diobati dengan produk ini. Penisilin atau eritromisin dapat
diberikan untuk mengeradikasi C. diphtheriae dan swab pascaterapi pembersihan harus diperiksa. Sensivitas harus diperiksa karena kadang-kadang terdapat resistensi terhadap eritromisin.
Pemantauan jantung penting untuk penyakit yang lebih dari penyakit ringan dan pasien sebaiknya tirah baring.
- Pencegahan
Imunisasi (PD3I) saat usia 2, 3,dan 4 bulan, serta saat masuk sekolah dasar.
Orang yang berkontak erat dengan pasien harus :
· Diperiksa tenggoroknya oleh dokter yang berpengalaman
· Diambil swab hidung dang tenggoroknya untuk kultur C. diphtheriae
· Mendapatkan satu seri profilaksis eritromisin (makrolida yang lebih baru, rifampisin, atau lindamisin merupakan alternatif)
· Dinilai
status imunisasinya. Jika tidak imun atau imunitasnya tidak jelas,
harus diberi satu seri primer vaksin difteri. Jika sudah diimunisasi
sebelumnya, mereka harus diberi dosis penguat berupa vaksin difteri
dewasa.
· Test schick tidak lagi tersedia untuk memastikan imunitas
· Pasien harus dirawat dalam isolasi.
- Prognosis
Angka
fatalitas kasus adalah 5-10%. Penyebab kematian adalah toksemia berat
atau obstruksi laring pada hari-hari pertama, gagal jantung pada minggu
kedua atau ketiga, atau gagal napas pada minggu keenam.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment